Sejarah Perkembangan Islam di Kesultanan Banten
Published Selasa, 22 April 2014 by Fatwa Lingga W in
Kesulatan Banten adalah salah satu kerajaan islam yang pernah mencapai
puncak kejayaan yang luar biasa selama hampir 3 abad. Kesultanan
terbentuk di Provinsi Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan
Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa,
dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya
sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Dalam proses
perluasan kawasan itu Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati
berperan dalam penaklukan tersebut dan beliau mendirikan benteng
pertahanan yang dinamakan Surosowan, inilah awal cikal bakal berdirinya
kesultanan banten.
Keadaan Banten Pra Islam
Berdasarkan data arkeologis, masa awal masyarakat Banten dipengaruhi
oleh beberapa kerajaan yang membawa keyakinan Hindu-Budha, seperti
Tarumanagara, Sriwijaya dan Kerajaan Sunda. Sebelum Islam berkembang di
Banten, masyarakat Banten masih hidup dalam tata cara kehidupan tradisi
prasejarah dan dalam abad-abad permulaan masehi ketika agama Hindu
berkembang di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan
purbakala dalam bentuk prasasti arca-arca yang bersifat Hiduistik dan
bangunan keagamaan lainnya. Sumber naskah kuno dari masa pra Islam
menyebutkan tentang kehidupan masyarakat yang menganut Hindu.
Selain itu di Banten terdapat sisa-sisa kebudayaan megalitik tua (4500
SM hingga awal masehi) seperti menhir di lereng gunung Karang di
Padeglang, dolmen dan patung-patung simbolis dari desa Sanghiang Dengdek
di Menes, kubur tempayan di Anyer, kapak batu di Cigeulis, batu
bergores di Ciderasi desa Palanyar Cimanuk, dan lain sebagainya.
(Sukendar;1976:1-6) Penggunaan alat-alat kebutuhan yang dibuat dari
perunggu yang terkenal dengan kebudayaan Dong Son (500-300 SM) juga
mempengaruhi penduduk Banten. Hal ini terlihat dengan ditemukannya kapak
corong terbuat dari perunggu di daerah Pamarayan, Kopo Pandeglang,
Cikupa, Cipari dan Babakan Tanggerang
Pendiri Agama Islam (Tokoh Utama) di Banten
Tokoh utama para pendiri agama Islam di Banten, antara lain adalah:
1. Fatahillah (mangkat pada tahun 1570)
2. Hasanuddin Sultan Banten I (1552 - 1570)
3. Pangeran Yusuf Sultan Banten II (1570 -1580)
4. Maulan Muhammad Sultan Banten III (1580 – 1596
Proses Penyebaran Islam di Kerajaan Banten
Pada awalnya Kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan
bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah
pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan
wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh
adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal
ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas
kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah
Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan
penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih
merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.
Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati,
pada tahun 1525 M dan 1526 M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban
Nagari disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah setelah belajar di Pasai
mendarat di Banten untuk meneruskan penyebaran agama Islam yang
sebelumnya telah dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau
menikah dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten, dua
tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberinama Ratu
Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran Hasanuddin.
(Atja;1972:26)
Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, syarif Hidayatullah pergi
ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung di sana. Adapun tugasnya
dalam penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin,
di dalam usaha penyebaran agama Islam Ini Pangeran Hasanuddin
berkeliling dari daerah ke daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang
bahkan sampai ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34)
Sehingga berangsur-angsur penduduk Banten Utara memeluk agama Islam.
(Roesjan;1954:10)
Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati
bersama Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran agama Islam secara
intensif kepada penguasa Banten Girang beserta penduduknya. Beberapa
cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk
ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk
pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin
juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di
Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain
itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja
Malangkabu(Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan
dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk
memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad, dan menempatkan para
ulama memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakatnya,
seiring itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara
budaya masyarakat menyerap Islam sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
Beberapa tradisi yang ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di
masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus.

Disamping itu Banten juga menjadi pusat penyebaran agama Islam, banyak
orang-orang dari luar daerah yang sengaja datang untuk belajar, sehingga
tumbuhlah beberapa perguruan Islam di Banten seperti yang ada di
Kasunyatan. Ditempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya lebih
tua dari masjid Agung Banten. (Ismail;1983:35) Disinilah tempat tinggal
dan mengajarnya Kiayi Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan guru dari
Pangeran Yusuf. (Djajadiningrat;1983:163)
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana,
Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri
dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana
Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke
kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579.
Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai
Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit
gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam
penaklukkan tersebut.
Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja
pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638
dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan
Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan
kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan
Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada
Charles I.
Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasanya
menggunakan gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat
gelar Pangeran Ratu,Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom
yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat
seseorang dengan gelarMangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yang
memiliki peran dalam administrasi pemerintahan. Sementara pada
masyarakat Banten terdapat kelompokbangsawan yang digelari dengan
tubagus (Ratu Bagus), ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang
mendapat kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum ulama, pamong
praja, serta kaum jawara.
Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten
dan Ci Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar,
alun-alun danIstana Surosowan yang dikelilingi oleh tembok beserta
parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung
Banten dengan menara berbentukmercusuar yang kemungkinan dahulunya juga
berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan kapal di
Banten.
Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara
Masjid Agung Banten dan Ci Banten, dan dikenal dengan nama
Kapalembangan. Sementara pada kawasan alun-alun terdapat paseban yang
digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat
kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk
segi empat yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi
yang dikenal dengan namamandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat
beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan
(Persia) dan Kampung Pecinan.
Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke
Banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yang berada di
kawasan yang dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yang terkenal
pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu
Puncak kejayaan Kesultanan Banten
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan
perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan
lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang
perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu
pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke
seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang
Inggris,Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India,
Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa
kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan,
dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa
bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya
Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan
Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun1661.
Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan
VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang
menuju Banten.
Hilangnya Kekuasaan Kesultanan Banten Akibat Perang Saudara dan Pengaruh VOC
Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat
perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya
Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga
perang saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat
posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat
mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682
untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan. Dalam perang ini
Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang
disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga
dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya
yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah
selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng
tertangkap kemudian ditahan di Batavia.
Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan
Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf.
Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan
beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan
Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh
Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh
Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan
menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan
Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan membawa
Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang
dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara
mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler
dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi
buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari
1684 sampai di Batavia.
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan
memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682,
wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat
Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di
Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan
dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC
memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu
berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti
mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan
pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan
Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda
di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan
Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan
oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin
Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang
Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan
pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten
maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC
dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir
pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di
antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang
berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam
beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi
vassal dari VOC.
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda
1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk
mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan
Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan
tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun
di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya
Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana
Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana
Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqinkemudian diasingkan dan dibuang ke
Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di
Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah
Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial
Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford
Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri
riwayat Kesultanan Banten
Daftar Penguasa Kesultanan Banten
Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596
Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747
Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750
Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773
Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 - 1799
Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813
sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten
http://perpushalwany.blogspot.com/2008/04/sejarah-pra-islam-dan-berkembangnya.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Casino Games - San Diego
Casino games 이빨빠지는꿈 have 7포커 evolved from 승인전화없는 사이트 being an activity where 페이 백 먹튀 players have to be on a winning platform or playing against other players. You are Rating: 5 · 3 벳삼육오 reviews